MAKALAH
PEMULIAAN TERNAK PERAH DAN POTONG
“SISTEM
PEMBIBITAN KAMBING”
Dino
Eka Putra, S.Pt
12/339995/PPT/00809
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
GADJAH MADA
YOGYAKARTA,
2012
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7Mnanw5cchVBqXzY5L8xdH7-tTqJTdsv5UBB_uQ5mSHDzQlN8F5urEDXCUKEeoj4JJQhaIYRjnxi3bYvO_mjH9guQxewtKaTDzESV-SWwMJ7SV1cJ9STl0snvLTVBhvLqaIJxb2ri4vlp/s200/119498562897811849tasto_3_architetto_franc_01.svg.med.png)
SISTEM
PEMBIBITAN KAMBING
Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada
Latar
Belakang
Diperkirakan ternak kambing merupakan hewan yang kedua
didomestifikasi setelah anjing. Menurut Williamson dan Payne (1993) kambing ada
lima spesies: Capra Hircus, kambing sebenarnya, termasuk Bezoar (Capra Hircus
dan Aegagrus), Capra Ibex; Capra Cuacasica. Tur caucasia; Capra Pyrenaica, Ibex
Spanyol; Capra Falconeri, Makhor.
Kambing yang kita kenal sekarang ini, diperkirakan
diturunkan dari tiga jenis kambing liar; Capra Hircus, berasal dari daerah
Pakistan dan Turki. Capra Falconeri, berasal dari daerah sepanjang Kasmir.
Capra Prisca, berasal dari daerah sepanjang Balkan (Sosroamidjojo, 1985).
Menurut Sumaprastowo (1980),kambing mempunyai sifat yang
lebih lincah dan sanggup membela diri dengan berkelahi. Beberapa dari bangsa
kambing berjenggot dan mempunyai kulit dibagian telinga, kambing jantan
mempunyai bau yang khas dan tajam dibanding kambing betina.
Mulyana (1982), mengemukakan karena adanya modifikasi
(penyesuaian bentuk luar tubuh terhadap lingkungan) maka sekarang kita mengenal
dari bentuk yang kita lihat dan pelihara. Kambing yang ada di Indonesia
sekarang berasal dari: (1) kambing asli yang diternakkan turun-temurun, (2)
kambing impor yang diturunkan secara murni, (3) kambing impor yang disilangkan
dengan kambing asli Indonesia.
Kambing kacang merupakan hewan pememah biak berkuku genap
dan hampir semuanya merupakan hewan pegunungan yang suka hidup di lereng-lereng
curam serta gemar sekali mencari hijauan dedaunan yang terletak disebelah atas
(Sarwono, 1991). Lebih lanjut Devendra (1974) menyatakan bahwa kambing sanggup
hidup dan berkembang biak di daerah-daerah kering atau lembab serta dapat hidup
dengan pakan yang rendah kualitasnya.
Mengenal asal-usul kambing, kambing kacang yang ada di
Indonesia berasal dari India Muka atau Tanah Hindu yang dibawa pertama kali ke
Indonesia beratus-ratus tahun yang lalu (Devendra, 1974). Sementara menurut
Sosroamidjojo (1973) dan Soedjai (1975) menyatakan bahwa asal-usul kambing
kacang yang terdapat di Indonesia belum diketahui secara pasti, namun menurut
Natasasmita (1978) menyatakan bahwa kambing kacang adalah kambing asli
Indonesia.
Tanda-tanda kambing kacang adalah badan kecil, warna bulu
kebanyakan coklat belang hitam, hitam adakalanya putih, bulunya pendek dan
kalau dipelihara dengan baik bulunya akan mengkilap (Sosroamidjojo 1973,
Soedjai 1975 dan Rumich 1976). Sedangkan menurut Natasasmita (1978) tanda-tanda
kambing kacang ialah garis profil lurus atau cekung, daun telinga pendek dengan
sifat berdiri tegak mengarah kedepan dengan panjang lebih kurang 15 cm,
sedangkan pada yang betina lebih kurang 8 cm. Pada kambing betina bulunya
pendek kecuali pada bagian ekornya tumbuh pula bulu panjang pada dagu
(jenggot), tengkuk,pundak dan punggung sampai ekor dan paha sebelah belakang
warnanya adalah putih, hitam dan cokelat, kebanyakan kambing ini berwarna
campuran dari kedua atau ketiga warna tersebut. Tinggi kambing kacang jantan
berkisar antara 60-65 cm dan kambing kacang betina berkisar 54-58 cm, sedangkan
bobot kambing kacang jantan berkisar 25-30 kg dan betinanya 20-25 kg.
B.
Pertumbuhan dan Perkembangan Ternak
(Wahid, 1965) dan dari Yunani, serta
Cyprus (French, 1970) menyatakan bahwa kambing relative lebih efisien dan
ekonomis dalam pemeliharaannya daripada beberapa ternak ruminansia lain dalam
fungsi ini. Soeparno (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan perubahan
yang meliputi bobot hidup, bentuk dan koposisi tubuh, termasuk perubahan
komponen-komponen tubuh seperti otot, tulang dan lemak dan organ serta komponen
kimianya terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas.
Forrest et al.
(1975) menyatakan bahwa pertumbuhan dibagi menjadi dua bagian, yakni
pertumbuhan sebenarnya (true growth)
dan pertumbuhan dalam proses penggemukan (fattening).
Pertumbuhan sebenarnya meliputi pertumbuhan jaringan otot, tulang dan organ
dalam, sedangkan penggemukan meliputi peningkatan jaringan lemak (depot lemak)
yang terjadi diantara otot (lemak intermuskuler), lapisan bawah kulit
(subkutan), dan terakhir diantara serabut otot (lemak intramuskuler).
MEKANISME
PEMBIBITAN KAMBING
1.
Pemilihan
Lokasi, Perkandangan dan pengobatan
Lokasi yang
layak untuk perbaikan mutu genetik adalah sebagai berikut:
·
Dapat
dilakukan sisitem rekording (pencatatan) yang sesuai denga kebutuhan.
·
Motivasi
beternaknya sedikit banyak kearah breeding.
·
Dapat
dilakukan penimbangan dan pengukuran vital tubuh
Perkandangan
·
Kandang sedapat mungkin dibuat tipe panggung menggunakan bahan
baku yang ekonomis dan kuat serta memenuhi persyaratan teknis.
·
Disarankan untuk membuat kandang koloni/kelompok dan kandang untuk
anak yang baru lahir.
Pakan dan Air Minum
·
Menyediakan pakan hijauan (rumput, leguminosa, sisa hasil pertanian,
dedaunan) dan pakan tambahan berupa mineral dan pakan tambahan lainnya dalam
jumlah yang cukup dan mutu yang baik.
·
Air minum disediakan tidak terbatas (ad libitum).
Pengobatan
·
Obat hewan yang digunakan meliputi sediaan biologik, farmasetik, premik
dan obat alami.
·
Obat hewan yang dipergunakan seperti bahan kimia dan bahan biologik
harus memiliki nomor pendaftaran. Untuk sediaan obat alami tidak dipersyaratkan
memiliki nomor pendaftaran.
·
Penggunaan golongan obat keras harus di bawah pengawasan tenaga
medis kesehatan hewan.
2.
Pemilihan
calon induk dan pejantan
Berdasarkan
pencatatan kambing yang dipelihara oleh rakyat maka kambing-kambing betina yang
dianggap “baik” sebagai bibit apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
·
Reproduktivitas
baik (selama 1 tahun melahirkan tiga kali)
·
Berat
sapih anaknya diatas rata-rata untuk lokasi tersebut.
Jadi pada dasarnya pemilihan/seleksi
induk akan didasarkan pada data reproduksi dirinya sendiri dan data pertumbuhan
anaknya. Adapun pemilihan/seleksi untuk calon pejantan terutama didasarkan atas
kecepatan pertumbuhannya, libido dan kualitas sperma.
3.
Pemilihan
calon bibit
Pemilihan
diambil dari anak-anak yang dihasilkan induk-induk baik tersebut disatas.
Pemilihan secara independent culling level dengan betina sebagai berikut:
·
Berat
sapih (90 hari)
·
Berat
umur 12 bulan
·
Libido
dan kualitas sperma (untuk calon pejantan)
·
Karakteristik
bangsa
·
Siklus
birahi teratus (untuk betina)
Persyaratan umum
1.
Bibit kambing/domba yang dipilih berasal dari daerah yang bebas penyakit
hewan menular dan harus melalui pemeriksaan dan pengamatan terhadap penyakit
menular sesuai ketentuan (antara lain bebas Brucellosis).
2.
Bibit kambing/domba harus sehat dan bebas dari segala cacat fisik
seperti cacat mata (kebutaan), tanduk patah, pincang, lumpuh, kaki dan kuku
abnormal, serta tidak terdapat kelainan tulang punggung atau cacat tubuh
lainnya.
3.
Bibit kambing/domba harus bebas dari cacat alat reproduksi.
Persyaratan
Khusus Kambing Kacang
Kkualitatif
|
Kuantitatif
|
- Warna
bulu bervariasi dari putih campur hitam, coklat atau hitam sama sekali;
- Tanduk
mengarah ke belakang dan membengkok keluar;
- Hidung
lurus, leher pendek, telinga pendek berdiri tegak ke depan, kepala kecil dan
ringan.
|
- Betina umur
8-12 bulan
- Tinggi
badan minimal 46 cm
- Berat
badan minimal 12 kg
- Jantan
umur 12-18 bulan
- Tinggi
badan minimal 50 cm
- Berat
badan minimal 15 kg.
|
4.
Pencatatan
Semua ternak
kambing dicatat, dan yang dicatat sebagai berikut:
·
Nomer
identifikasi dan nama (jika ada)
·
Jenis
kelamin
·
Bangsa
·
Data
reproduksi (tanggal lahir/beranak)
·
Data
peformans (berat badan dan ukuran tubuh)
·
Data
silsilah (induk dan pejentan yang menurunkan)
·
Mutasi
(jual/mati)
Pencatatan dilaksanakan oleh peternaknya sendiri pada kartu-kartu
dan oleh petugas dalam buku registrasi dengan model rekording yang sederhana,
mudah diterapkan di lapangan. Data hasil pencatatan akan sangat bermanfaat
untuk peningkatan kualitas bibit dan produksi bibit serta untuk bahan seleksi
dan sertifikasi calon ternak bibit di masa yang akan datang.
5.
Seleksi
·
Seleksi dilakukan oleh peternak terhadap bibit ternak yang akan dikembangkan
di bawah bimbingan petugas yang berwenang.
·
Seleksi calon bibit jantan dipilih 10% terbaik dari hasil
keturunan, sedangkan calon bibit betina dipilih 25% terbaik dari hasil
keturunan untuk selanjutnya digunakan sebagai replacement.
6.
Persilangan
Persilangan yaitu salah satu cara
perkawinan, perkembangbiakan ternaknya dilakukan dengan cara perkawinan antara
hewan-hewan dari satu spesies yang berlainan rumpun. Untuk mencegah penurunan produktivitas
akibat persilangan, harus dilakukan menurut ketetuan sebagai berikut:
-
Kambing dan
domba yang akan disilangkan harus berukuran di atas standar atau setelah
beranak pertama;
-
Komposisi
darah kambing dan domba persilangan sebaiknya dijaga komposisi darah kambing
dan domba temperatenya tidak lebih dari 50%;
-
Prinsip-prinsip
seleksi dan culling sama dengan pada rumpun murni.
7.
Sertifikasi
Sertifikasi dilakukan oleh lembaga
sertifikasi yang telah diakreditasi. Dalam hal belum ada lembaga sertifikasi
yang terakreditasi, sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
pejabat yang berwenang. Sertifikasi bertujuan untuk meningkatkan nilai ternak. Sertifikat
bibit kambing dan domba terdiri dari:
-
Sertifikat
pejantan dan betina unggul untuk kambing dan domba hasil uji performan;
-
Sertifikat
induk elite untuk kambing dan domba induk yang telah terseleksi dan
memenuhi standar.
8.
Afkir (Culling)
·
Induk dan pejantan yang tidak produktif harus segera diafkir.
·
Keturunan yang tidak terpilih sebagai calon bibit (tidak lolos
seleksi) harus segera diafkir.
9.
Kesehatan Ternak
·
Setiap terjadi kasus penyakit terutama penyakit menular harus segera
ditangani dan dilaporkan kepada petugas yang berwenang.
·
Setiap ternak yang sakit harus segera dikeluarkan dari kandang untuk
diobati atau dikeluarkan dari kelompok peternak/ peternakan.
10. Penimbangan dan pengukuran
Data berat
hidup yang ditimbang sebagai berikut:
·
Berat
lahir
·
Berat
sapih (90 hari) = B.S.90
·
Berta
potong (12 bulan) = BB.12
Pada
prakteknya penimbangan akan dilakukan pada setiap bulan sekali, terhadap
anak-anak kambing padasetiap bulan sekali, terhadap anak-anak kambing yang baru
lahir sampai pada umur kira-kira 12 bulan.
B.S.90
digunakan untukpenentuan/identifikasi induk-induk mana yang dapat dikatakan
baik, sedang B.B.12 untuk pemilihan calon pejantan dan calon induk.
11. Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
Dalam rangka pelaksanaan kesehatan
masyarakat veteriner, setiap pembibitan kambing dan domba harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
-
Lokasi
usaha tidak mudah dimasuki binatang liar serta bebas dari hewan piaraan lainnya
yang dapat menularkan penyakit;
-
Melakukan
desinfeksi kandang dan peralatan dengan menyemprotkan insektisida pembasmi
serangga, lalat dan hama lainnya;
-
Untuk
mencegah terjadinya penularan penyakit dari satu kelompok ternak ke kelompok
ternak lainnya, pekerja yang melayani ternak yang sakit tidak diperkenankan
melayani ternak yang sehat;
-
Menjaga
agar tidak setiap orang dapat bebas keluar masuk kandang ternak yang
memungkinkan terjadinya penularan penyakit;
-
Membakar
atau mengubur bangkai ternak yang mati karena penyakit menular;
-
Menyediakan
fasilitas desinfeksi untuk staf/karyawan dan kendaraan tamu dipintu masuk
perusahaan;
-
Segera
mengeluarkan ternak yang mati dari kandang untuk dikubur atau dimusnahkan oleh
petugas yang berwenang;
-
Mengeluarkan
ternak yang sakit dari kandang untuk segera diobati
atau
dipotong oleh petugas yang berwenang;
Metode Operasional
KAMBING
KACANG
PETERNAKAN
RAKYAT
|
Seleksi Betina
Induk
|
·
Umur <
Poel 1 Pasang
·
Berat Badan
·
Ukuran Tubuh (PB,
LD, TP)
·
Eksterior
·
Beranak Sekali
|
VBC
PE
>< KACANG
400 EKOR
|
BIBIT
JANTAN/
BETINA
|
Seperti
Pada Gambar 1
|
400
ekor induk
180
ekor cempe sapihan (3 bulan)
90 Betina
|
90 Betina
|
Tes I: B.S.90
UK TBH
(-10%)
|
Tes I: B.S.90
UK TBH
45 diatas rata-rata
|
18 Betina
|
50% Terpilih
20-25 ekor
|
Tes
II: a. libido
b. eksterior
Tes
III: BB.12
dan
UK TBH
73 Betina
Bibit
|
(-10%)
|
Tes II: a libido
b. kualitas
sperma
c. eksterior
Tes III: BB.12 dan
UK TBH
18-22
20% terbaik
|
|
13-17
Bibit untuk tempat lain
|
5 ekor terbaik kembali kelokasi sebagai calon pejantan
|
Gambar
1. Perhitungan pemasukan dan pengeluaran cempe jantan muda di dalam VBC tiap periode
3 bulan
Catatan:
·
Angka kelahiran= 120% tiap periode 8
bulan
·
Angka kematian= 10% sebelum umur 3
bulan
·
Dalam tes II dianggap gugur 10%
·
Anak betina culling 10% dan Bibit 90%
Kesimpulan
Kambing bibit jantan dan
betina unggul dapat dihasilkan dengan cara seleksi dan pengaturan perkawinan
dalam suatu Village Bereeding Centre
(VBC) pada kelompok peternakan rakyat dengan pendampingan pakar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, 1980. Master Plan. Pusat
Pembibitan Kambing di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kerjasama antara
Inspektorat Dinas Peternakan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Devendra, C. 1974. Studien in
Nutrition of the Indigenous Goat of Malaya III. The Requerment for Live-Weight Gain. Malaysian
Agricultural Journal 46, 98-118.
Forrest, J.C., E.D. Aberle. H.B. Hedrick, M.D. Judge and
R.A. Markel. 1975. Principle of
Meat. Sience. W. H. Freeman and Company. San Fransisco.
Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di
Lapangan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Lasley, J. F. 1978. Genetics of LivestocknImprovement.
Third Edition. Prentice Hall of India. New Delhi.
Maynard, L. A and J.K. Lossly. 1956. Animal Nutrition.
Mc. Graw Hill Company Ltd. New
Delhi.
Mulyana, Wahyu. 1982. Cara Beternak
Kambing. Pusdiklat BPLPP Deptan, Jakarta.
Natasasmita, CH. Lenggu, P.H. Hutabarat, P. Suparman, D.
Supandi, H.H. Achmad dan R. S.
Martodikusumo. 1970 Case Study Production Pemotongan Ternak Daging Fakultas
Peternakan IPB dan Direktorat Jendral Peternakan,Departemen Pertanian, Jakarta.
________________. 1979. Ternak Kambing
dan Pemeliharaannya. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sarwono, B. 1991. Beternak Kambing
Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soedjai, A. 1975. Beternak Kambing.
Seri Indonesia Membangun No. 14. Penerbit
N. V Masa Baru, Bandung.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi
Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Sumadi. 2010. Model Pembibitan di
Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali di Denpasar. Disampaikan Pada
Pelatihan Pembibitan di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) Sapi Bali di
Denpasar 23-24 Desember 2012. Dewan Riset Nasional Kementrian Riset dan
Teknologi Kerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengapdian kepada Masyarakat
Universitas Brawijaya Malang.
Sumaprastowo, T. 1980. Beternak
Kambing yang berhasil. Baharata Karya Aksara, Jakarta.
Sosroamidjojo, M, Samad. 1973.
Peternakan Umum. Penerbit CV. Yasaguna, Jakarta.
_________________. 1985. Ternak Potong
dan Kerja. Cetakan ke-10. Yasaguna,Jakarta.
Sudjana 1975. Metoda Statistika.
Penerbit Tarsito, Bandung.
Warwick, E.J.,J.M Astuti, dan W.
Hardjosubroto. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Perss.
Yogyakarta.
wah mantap gan artikelnya. saya baru kuliah di peternakan UGM. saya akan meneliti kambing. boleh kita bertemu di kampus UGM mas?
BalasHapus@Mas Suhendra, terima kasih banyak, saya selalu stembai di Laboratorium Animal Breeding UGM mas...
BalasHapusada no yang bisa dihubungi?
BalasHapuskontak lewat email aja mas. dino.eka.p@mail.ugm.ac.id
HapusPUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
BalasHapusmenyediakan Methyl testosteron untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro
terimakasih, mungkin lain waktu mas.
HapusPUSAT SARANA BIOTEKNOLOGI AGRO
BalasHapusmenyediakan Methyl testosteron untuk keperluan penelitian, laboratorium, mandiri, perusahaan .. hub 081805185805 / 0341-343111 atau kunjungi kami di https://www TOKOPEDIA.com/indobiotech temukan juga berbagai kebutuhan anda lainnya seputar bioteknologi agro